Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai
17.508 dan panjang garis pantai lebih dari 90.000 km (DKP, 2013). Keadaan ini
menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan bagi masyarakat
indonesia. Dengan keberadaan hutan mangrove yang terluas didunia, terumbu
karang yang eksotik, rumput laut yang terhampar dihampir sepanjang pantai,
sumber perikanan yang tidak ternilai banyaknya dan keadaan lahan yang relatif
subur untuk pertanian menyebabkan tekanan terhadap wilayah pesisr semakin
besar.
Wilayah pesisr juga merupakan daerah yang terpadat penduduknya. Sekitar 140
juta jiwa atau 60% penduduk Indonesia tinggal diwilayah pesisir (DKP, 2008).
Selain faktor dari manusia, perubahan iklim global juga meningkatkan tekanan
terhadap wilayah pesisr melalui semakin meningkatnya muka air laut akibat
pemanasan global.
Pengelolaan wilayah pesisir harus dilakukan secara cepat dan tepat dengan
memanfaatkan data yang kontinyu dan teknologi yang mampu menggambarkan wilayah
pesisir dengan baik. Integrasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi
Geospasial (SIG) merupakan salah satu cara untuk mengelola wilyah pesisr dengan
data yang kontinyu dan sebaran spasial yang bisa menampilkan secara sederhana
bentuk kawasan peisisir. Secara sederhana intergrasi antara penginderaan jauh
dan SIG dapat memetakan kondisi wilayah pesisir sehingga dapat dipantau
kondisinya.
Penginderaan jauh merupakan suatu metode untuk pengenalan dan penentuan
objek dipermukaan bumi tanpa harus melakukan kontak langsung dengan objek
tersebut. Data pengunderaan ajauh dapat bersifat kontinyu karena mempunyai
resolusi temporal, dapat digunakan untuk berbagai aplikasi karena resolusi spektralnya
dan ditampilkan dalam berbagai bentuk skala karena resolusi spasilanya.
Di
Indonesia pemanfaatan Penginderaan Jauh dan SIG untuk analisis dan kajian
wilayah pesisir dan lautan telah banyak dilakukan oleh Lembaga Antariksa dan
Penerbangan Nasional (LAPAN), maupun para akademisi perguruan tinggi yang
menggeluti dibidang pemetaan dan optimalisasi pemanfaatan pesisir dan kelautan.
Pemanfaatan penginderaan jauh untuk
kawasan Pesisir di Indonesia ada 4 yaitu;
1.
Pemetaaan,
Identifikasi dan inventarisasi Sumberdaya Pesisir dan Laut
Langkah optimalisasi pengembangan atau eksploitasi
sumberdaya pesisir dan kelautan dengan dilakukannya kegiatan inventarisasi yang
berguna untuk mengetahui jenis, letak dan nilai
ekonomis sumberdaya. Selain pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG untuk
desiminasi informasi geospasial pulau dapat pula data satelit penginderaan jauh
untuk inventarisasi sumberdaya kelautan adalah pengukuran suhu permukaan laut.
Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Dari Data MODIS 23 September
2014
2. Kesesuaian Pemanfaatan Pesisir dan
Pengembangan Budidaya Laut
Dengan
kepemilikian lautan yang luas dan pulau-pulau yang memilki karakter tersendiri,
mengandung potensi perikanan dan potensi hasil laut lainnya yang melimpah, dan untuk
menjaga keberlanjutannya diperlukan pembudidayaan yang tepat. Informasi yang
berkaitan dengan pengembangan budidaya laut diantaranya adalah informasi lokasi
ideal bagi pengembangan budidaya laut. Berikut ini beberapa contoh peran
penginderaan jauh dan SIG dalam penentuan kesesuaian kawasan dan pengembangan
budidaya laut:
a. Keramba jaring tangkap dan Rumput
Laut
Keramba
jaring tangkap merupakan salah satu cara budidaya ikan di laut dan budidaya rumput
laut banyak digemari oleh masyarakat pesisir karena jika dikembangkan dengan
optimal akan menghasilkan pendapatan yang tinggi. data penginderaan jauh dan
SIG dalam penentuan lokasi untuk kesesuaian budidaya keramba jaring tangkap dan rumput laut di
Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, dengan perolehan dominansi kesesuaian kawasan
untuk kegiatan keramba jaring tangkap dan rumput laut berada pada kelas sesuai
sebesar 49,4%, kemudian kelas sangat sesuai sebesar 31,1% dan tidak sesuai
sebesar 19,5%.
b. Budidaya Kerang Mutiara
Mutiara merupakan salah satu
komoditas ekspor penting bagi Indonesia dengan potensi nilai ekonomi sebesar
120 juta US$ per tahun. Namun saat ini budidaya kerang mutiara masih terbatas
di Indonesia bagian timur, terutama Maluku dan Nusa
Tenggara. Maka diperlukan analisis
lokasi kesesuaian budidaya kerang mutiara untuk Indonesia bagian barat dan
tengah, seperti budidaya kerang mutiara di Kepulauan Kangean Madura, dengan
menggunakan kombinasi antara citra satelit Landsat ETM/7 dan survey lapangan
yang kemudian diolah dengan menggunakan SIG. Hasil analisa kesesuaian untuk
budidaya kerang mutiara perairan Kepulauan Kangean Madura menunjukkan bahwa
sekitar 27,89% dari luas wilayah perairan memil tingkat kesesuaian yang sedang
hingga baik.
Hasil Analisa Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Kerang Mutiara di
Kepulauan Kangean Madura
c. Tambak
Tambah
merupakan aktivitas budidaya laut yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat
pesisir, namun saat ini banyak didapati kemunduran lingkungan akibat
perencanaan lokasi dan pengelolaan tambak yang tidak sesuai dengan peruntukan
seharusnya. Penelitian mengenai kesesuaian pesisir untuk budidaya tambak telah
dilakukan oleh Najmudin (2003) di Pesisir Kabupaten Ciamis. Dengan menggunakan
SIG dari Citra Landsat-TM dan biofisik kimia lahan, didapatkan hasil analisis
bahwa pesisir Kabupaten Ciamis memiliki lahan yang potensial untuk budidaya
tambak khususnya udang, yaitu seluas 107, 1 Km2 atau sekitar 22,25%.
Peta Kesesuaian Lahan untuk
Budidaya Tambak
d. Wisata Bahari
Lautan lainnya adalah pemanfaatan dalam bidang wisata,
pemanfaatan ini agaknya mulai banyak disadari oleh masyarakat Indonesia, yang mulai
berlomba-lomba dalam melakukan marketing wisata bagi wilayah pesisirnya, namun
perlu dicermati kesesuaiannya agar terjadi keberlanjutan bagi pengembangan
wisata nantinya, Pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk penentuan
lokasi pariwisata bahari Kemudian dengan SIG ditentukan lokasi yang sesuai untuk
wisata bahari seperti diving dan snorkeling.
3.
Monitoring
Ekosistem Pesisir dan Laut
Sebagai contoh penggunaan penginderaan jauh dalam monitoring perubahan
ekosistem pesisir dan laut adalah sebagai berikut:
a. Monitoring Hutan Mangrove
Hutan Mangrove merupakan salah satu ekosistem
pesisir yang banyak memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan budaya maupun
lingkungan pada masyarakat setempat, misalnya hutan mangrove digunakan sebagai
pelindung daratan dari kuatnya gelombang laut yang dapat mengakibatkan abrasi,
mengurangi kerusakan akibat gelombang tsunami, dapat pula dimanfaatkan untuk
pembuatan sirup ataupun keripik yang tentunya dieksploitasi secara
berkelanjutan. Penelitian mengenai
monitoring hutan mangrove, salah satunya telah dilakukan di area Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak.
Data penginderaan jauh yang digunakan adalah Citra
Landsat TM tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010.
Monitoring Hutan Mangrove di Area Delta Sungai Wulan
Kabupaten Demak
b. Monitoring Terumbu Karang
Penelitian
yang memanfaatkan Citra Satelit SPOT 5 resolusi 10 meter dan data kedalaman perairan.
Citra tersebut dapat digunakan untuk mengkelaskan obyek dasar. dimana terjadi
kerusakan berat sebesar 25-40% yang berada di kedalaman 0-10 meter. Dengan diketahuinya
kerusakan tersebut maka dapat diketahui langkah konservasi penyelamatan terumbu
karang yang tepat.
Peta kedalaman versus kondisi terumbu karang di Taman Wisata
Alam Laut
Kapoposang Sulawesi Selatan
4.
Pengembangan
Sistem Pertahanan Negara Maritim
Teknologi Penginderaan Jauh da SIG tidak hanya
digunakan untuk pengembangan sektor kelautan namun mampu digunakan pula dalam pengembangan
pertahanan Negara Indonesia, sebagai negara maritim terbesar di dunia. Dapat dimanfaatkan
untuk Pertahanan Negara dan Operasi Keamanan Laut dengan memanfaatkan Zona
Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), informasi ZPPI sebagai daerah penangkapan
dengan intensitas yang tinggi dapat diperkirakan berpotensi terjadinya gangguan
keamanan seperti illegal fishing. Dengan penginderaan jauh dapat pula digunakan
untuk melakukan identifikasi dan monitoring objek penting semisal pangkalan
angkatan laut miliki negara, kondisi pulau-pulau terluar agar aman dari
penyusupan.
Muhammad Nur Abrianto
12/333733/TK/40076
Daftar Pustaka:
·
Geoedukasi Volume
III Nomor 2, Oktober 2014, Shalihati, S.F.,