WAWASAN NUSANTARA SERTA MENGATASI SENGKETA WILAYAH PERBATASAN RI
A.
LATAR BELAKANG BATAS WILAYAH INDONESIA
Pengertian wawasan Nusantara
adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri dan lingkungannya, dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
mempunyai wilayah yang sangat luas dibandingkan dengan Negara – Negara lain ,
yang terbentang mulai dari sabang sampai marauke . Diapit oleh dua benua dan
dua samudera yang memiliki 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau ini
memang Negara yang akan kekayaan daerahnya , lebih dari 300 suku tinggal di
Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang
108.000 km. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki
kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km2 yang terdiri
dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km2 dan laut teritorial
seluas 0,3 juta km2. Selain itu Indonesia juga mempunyai hak
eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan berbagai kepentingan
terkait seluas 2,7 km2 pada perairan ZEE (sampai dengan 200 mil dari
garis pangkal).
Batas wilayah horizontal
•
Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939).
Wilayah Indonesia hanya 3 mill territorial dari masing masing pulau
Wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda
1939, Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah
Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya
mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal
asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau terluar
• Deklarasi Djuanda
Setelah deklarasi Djuanda Laut diantara pulau telah di klaim sebagai
wilayah indonesia
Dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia
pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada
dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam
kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.Deklarasi Djuanda
menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan
(Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari
beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik
Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan
menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Menurut Deklarasi Djuanda
Batas luas laut Indonesia menjadi 3.200.000 km2, akibatnya luas wilayah
Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250
km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu
itu belum diakui secara internasional. Berdasarkan perhitungan 196 garis batas
lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ),
terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut[1].
Setelah melalui perjuangan yang panjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya
dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982
(United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya
delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang
pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Pada tahun
1999, Presiden Soeharto mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari
Nusantara. Penetapan hari ini dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI
Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan
nasional.
• United
Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS)
Perairan
Indonesia Setelah Kesepakatan UNCLOS
Laut bebas/lepas
berada di wilayah laut selain perairan pedalaman, perairan kepulauan, perairan
teritorial dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Oleh karena itu aturan
dan hukum yang mengatur tentang laut bebas/lepas berada pada suatu badan
otorita Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Salah satu produk
hukum yang mengatur tentang laut lepas yaitu United Nations Convention On The
Law Of The Sea (UNCLOS) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
laut dan telah di tandatangani oleh 118 negara termasuk Indonesia di Montego
Bay, Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982. Konvensi ini merupakan kelanjutan
dari Konvensi Jenewa tahun 1958 yang telah menghasilkan 3 konvensi yaitu :
1.
Konvensi mengenai Pengambilan Ikan serta Hasil Laut dan
Pembinaan Sumber-sumber Hajati Laut Bebas;
2.
Konvensi mengenai Dataran Kontinental;
3. Konvensi
mengenai Laut Bebas.
Untuk melihat
tanggapan Negara dan Bangsa Indonesia tentang hasil-hasil konvensi tersebut dan
kesusaian hukum kepulauan dan perairan Indonesia serta sosialisasi kepada
Negara dan Bangsa Indonesia maka hasil konvensi tersebut terlebih dahulu harus
diratifikasi (disahkan) dalam bentuk Undang-Undang Negara Republik Indonesia.
Hasil
ratifikasi Konvensi Jamaica 1982 tertuang di dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention On
The Law Of The Sea atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum
Laut. Dalam UU No. 17 Tahun 1985 pada point Umum dijelaskan bahwa Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Jamaica 1982 mengatur rejim-rejim
hukum laut secara lengkap dan menyeluruh, yang rejim-rejimnya satu sama lainnya
tidak dapat dipisahkan. Ditinjau dari isinya, Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut terdiri atas :
a. Sebagian
merupakan kodifikasi ketentuan-ketentuan hukum laut yang sudah ada, misalnya
kebebasan-kebebasan di Laut Lepas dan hak lintas damai di Laut Teritorial;
b. Sebagian
merupakan pengembangan hukum laut yang sudah ada, misalnya ketentuan mengenai
lebar Laut Teritorial menjadi maksimum 12 mil laut dan kriteria Landas
Kontinen. Menurut Konvensi Jenewa 1958 tentang Hukum Laut kriteria bagi
penentuan lebar landas kontinen adalah kedalaman air dua ratus meter atau
kriteria kemampuan eksploitasi. Kini dasarnya adalah kriteria kelanjutan
alamiah wilayah daratan sesuatu Negara hingga pinggiran luar tepian kontinennya
(Natural prolongation of its landterritory to the outer edge of the continental
margin) atau kriteria jarak 200 mil laut, dihitung dari garis dasar untuk
mengukur lebar laut Teritorial jika pinggiran luar tepian kontinen tidak
mencapai jarak 200 mil laut tersebut;
c. Sebagian
melahirkan rejim-rejim hukum baru, seperti asas Negara Kepulauan, Zona Ekonomi
Eksklusif dan penambangan di Dasar Laut Internasional.
Untuk setiap zona maritim Konvensi (UNCLOS) 1982 memuat berbagai ketentuan yang mengatur tentang penetapan batas-batas terluarnya (outer limit) dengan batas-batas maksimum yang ditetapkan sebagai berikut:
Untuk setiap zona maritim Konvensi (UNCLOS) 1982 memuat berbagai ketentuan yang mengatur tentang penetapan batas-batas terluarnya (outer limit) dengan batas-batas maksimum yang ditetapkan sebagai berikut:
1.Laut teritorial sebagai bagian dari
wilayah negara:12 mil-laut;
2.Zona tambahan dimana negara memiliki
yurisdiksi khusus: 24 mil-laut;-
3.Zona ekonomi eksklusif (ZEE):200
mil-laut;
4.Landas kontinen: antara 200–350
mil-laut atau sampai dengan 100 mil-laut dari isobath (kedalaman) 2.500 meter.
Di samping itu Konvensi 1982 juga menetapkan bahwa suatu negara kepulauan juga
berhak untuk menetapkan:
a.
Perairan kepulauan pada sisi dalam dari garis-garis
pangkal kepulauannya;
b.
Perairan pedalaman pada perairan kepulauannya; (Sunyowati,
D dan Narwaty E,. 2004).
Cara penentuan batas wilayah laut
menurut UNCLOS
Zona maritime Negara kepulauan menurut UNCLOS
B. PERMASALAHAN BATAS MARITIM DI INDONESIA
Negara Republik
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara
6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia,
antara benua Asia dan benua Australia, dan pada pertemuan dua rangkaian
pegunungan, yaitu Sirkum Pasifik dan SirkumMediterranean. Indonesia memiliki
garis pantai sekitar 81.900 kilometer dan wilayah perbatasan dengan banyak
negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat
wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara seperti
Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di
tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki
karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang
berbatasan, baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik
maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara,
yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau,
Australia, Timor Leste dan Papua Nugini.
1. Indonesia-Malaysia
Kedua belah pihak bersepakat (kecuali
Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo). Pada tanggal 27
Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan
Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia –
Malaysia kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969,
tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang
memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal
tersebut membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun
Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut.
Kemudian
pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut
Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta
baru mengenai tapal batas kontinental dan maritime yang secara sepihak membuat
perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam
wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau
Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk
pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan
Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970.
Indonesia
melihatnya sebagai usaha secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan
ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah
Pulau Sipadan dan Ligitan, juga berada di blok Ambalat, dinyatakan sebagai
bagian dariMalaysia oleh Mahkamah Internasional.
Batas
wilayah antara Indonesia dan Malaysia ditarik dari dekat Singapura dan berakhir
di dekat Pulau Batu Mandi di Selat Malaka. Artinya tidak ada batas perairan
yang berupa batas laut wilayah antara Malaysia dan Indonesia setelah Pulau Batu
Mandi ke arah Barat Laut di Selat Malaka. Yang ada hanyalah batas landas
kontinen yang ditetapkan pada tahun 1969. Batas landas kontinen, sesuai dengan
hukum laut internasional, merupakan batas yang memisahkan dasar laut dua atau
lebih negara. Batas landas kontinen tersebut tidak mengatur batas tubuh air.
Sehingga secara umum, batas landas kontinen ini berlaku dalam hal pengelolaan
lapisan di bawah laut (dasar laut) yang biasanya digunakan untuk pertambangan
lepas pantai (off shore).
Masalah yang sering terjadi :
Penentuan
batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat
Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim
tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan
nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum
tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara
adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum
General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee
(JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah
perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
2. Indonesia-Singapura
Batas
wilayah laut antara Indonesia dan Singapura ditentukan atas dasar hukum internasional.
Perjanjian ini didasari atas Konvensi PBB Tentang batas wilayah laut (The
United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) pada 1982. Kedua negara
juga turut meratifikasi UNCLOS. Ratifikasi dari batas wilayah laut yang
disetujui ini merupakan kelanjutan dari perjanjian batas wilayah laut yang
sebelumnya telah disetujui oleh kedua negara sebelumnya pada 25 Mei 1973.
Sementara perjanjian terbaru yang diratifikasi, mempertegas batas wilayah laut
dari Pulau Nipa hingga Pulau Karimun Besar. Sedangkan pada sebelah barat, pihak
keamanan dan petugas navigasi dari kedua negara dapat melaksanakan tugas mereka
secara signifikan tanpa ada gangguan di wilayah Selat Singapura.
Perjanjian ini akan menentukan dasar hukum bagi petugas berwenang kedua negara dalam menjaga keamanan, keselamatan navigasi, penegakan hukum dan pengamanan atas zona maritim berdasarkan hukum yang berlaku. Indonesia dan Singapura masih harus menyelesaikan masalah perbatasan mereka di wilayah timur antara Batam dan Changi dan lokasi diantara Bintan serta South Ledge, Middle Rock dan Batu Puteh. Penyelesaian batas wilayah timur ini masih menunggu negosiasi antara Singapura dan Malaysia yang masih harus dilakukan usai Pengadilan Internasional memerintahkan Singapura dan Malaysia untuk melakukan perundingan pada 2008 lalu.
Masalah yang sering terjadi :
Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang
berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970.
Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan
kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata
pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh
akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh
penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para
nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena
dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau
kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan
perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas
maritim dengan Singapura di kemudian hari.
3. Indonesia-Filipina
Proses
perundingan batas maritim RI – Filipina yang dilakukan sampai dengan tahun 2007
telah mencapai kemajuan yang signifikan dengan dihasilkannya kesepakatan atas
garis batas diantara kedua Tim Teknis Perunding. Saat ini proses perundingan
masih tertunda karena persoalan internal di pihak Filipina, yaitu
dikeluarkannya Republic Act No. 9522 bulan Maret 2009, yang berisikan perubahan
dari penetapan titik-titik dasar garis pangkal (baseline) negara kepulauan
Filipina, yang sebelumnya ditetapkan dalam Republic Act No. 3046 tahun 1961 dan
Republic Act No. 5446 tahun 1968. Pada kesempatan pertemuan bilateral tingkat
kepala negara antara RI-Filipina yang diselenggarakan pada tanggal 8 Maret
2011, Menteri Luar Negeri kedua negara telah menandatangani Joint Declaration
between the Republic of Indonesia and the Republic of the Philippines
concerning Maritime Boundary Delimitation, yang intinya:
- Mempercepat proses penyelesaikan penetapan batas maritim RI-Filipina
sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982;
- Menginstruksikan Tim Teknis Bersama Penetapan Batas Maritim antara Republik Indonesia dan Republik Filipina untuk bertemu dalam waktu yang secepat mungkin
Masalah yang sering terjadi :
Belum adanya kesepakatan tentang
batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan
Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina
yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral
Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat
dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara
bilateral.
4. Indonesia-Thailand
Batas
Landas Kontinen telah diselesaikan. penetapan garis batas landas kontinen kedua
negara terletak di Selat Malaka dan laut Andaman. Perjanjian ini ditandatangai
tanggal 17 Desember 1971, dan berlaku mulai 7 April 1972. Sedangkan untuk batas
ZEE masih dirundingkan. Pertemuan penjajagan awal telah dilaksanakan tanggal
25 Agustus 2010 di Bangkok. Thailand masih memerlukan konsultasi dengan
parlemen untuk berunding.
Masalah yang sering terjadi :
Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara
RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau
Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian
Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan
perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh
nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah
keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan
masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.
5. Indonesia-Australia
Perairan antara Indonesia dengan Australia meliputi wilayah yang sangat
luas, terbentang lebih kurang 2.100 mil laut dari selat Torres sampai perairan
P.Chrismas. Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Australia
yang telah ditentukan dan disepakati, menjadi sesuatu yang menarik untuk
dipelajari perkembangannya, karena perjanjian tersebut dilaksanakan baik
sebelum berlakunya UNCLOS ’82 (menggunakan Konvensi Genewa 1958) maupun
sesudahnya. Perjanjian yang telah ditetapkan juga menarik karena adanya negara
Timor Leste yang telah merdeka sehingga ada perjanjian (Timor Gap Treaty) yang
menjadi batal dan batas-batas laut yang ada harus dirundingkan kembali secara
trilateral antara RI – Timor Leste – Australia.
Secara Garis besar perjanjian batas maritim Indonesia – Australia dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
· Perjanjian perbatasan pada tanggal 18 Mei 1971 mengenai Batas Landas Kontinen di wilayah perairan selatan Papua dan Laut Arafura.
· Perjanjian perbatasan pada tanggal 9 Oktober 1972 mengenai Batas Landas Kontinen di wilayah Laut Timor dan Laut Arafura.
· Perjanjian perbatasan maritim pada tanggal 14 Maret 1997 yang meliputi
ZEE dan Batas Landas Kontinen Indonesia Australia dari perairan selatan P.Jawa
termasuk perbatasan maritim di P.Ashmore dan P.Chrismas.
Pada tanggal 9 September 1989 telah disetujui pembagian Timor Gap yang dibagi
menjadi 3 area (A,B dan C) dalam suatu Zone yang disebut ”Zone Of Cooperation”.
Perjanjian Timor Gab ini berlaku efektif mulai tanggal 9 Februari 1991,
perjanjian ini juga tidak membatalkan perjanjian yang sudah ada sebelumnya,
namun dengan merdekanya Timor Leste maka perjanjian ini secara otomatis menjadi
batal.
Masalah yang sering terjadi
Perjanjian
perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan
batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang
ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru
RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara
trilateral bersama Timor Leste.
6. Indonesia-India
Garis
Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari
titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu
berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian
garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas
laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.
Masalah yang sering terjadi :
Perbatasan
kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di
India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik
koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah
disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih
timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak,
terutama yang dilakukan para nelayan.
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya
perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan
batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih
berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.
Masalah yang sering terjadi :
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.
Masalah yang sering terjadi :
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.
Daftar Pustaka
· Bahan Materi Kuliah “Pengelolaan Wilayah dan Pesisir” oleh Bapak I Made Andi Arsana, Ph.D.
· Bahan Materi Kuliah “Pengelolaan Wilayah dan Pesisir” oleh Bapak I Made Andi Arsana, Ph.D.
·
Paper dengan judul “Memagari Laut
Nusantara: Penetapan Batas Maritim Indonesia untuk Mendukung Kedaulatan dan Hak
Berdaulat NKRI” oleh Bapak I Made Andi Arsana, Ph.D.
·
http://dadunmajid93.blogspot.com/2013/06/perbatasan-wilayah-negara-ri-prjanjian.html
diakses hari Sabtu 28 Februari 2015
·
Catatan kuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir
Blog ini untuk tugas Kuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir, Teknik Geodesi UGM
Muhammad Nur Abrianto
12/333733/TK/40076
Blog ini untuk tugas Kuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir, Teknik Geodesi UGM
Muhammad Nur Abrianto
12/333733/TK/40076