Minggu, 31 Mei 2015

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN KELAUTAN DI INDONESIA


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 dan panjang garis pantai lebih dari 90.000 km (DKP, 2013). Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan bagi masyarakat indonesia. Dengan keberadaan hutan mangrove yang terluas didunia, terumbu karang yang eksotik, rumput laut yang terhampar dihampir sepanjang pantai, sumber perikanan yang tidak ternilai banyaknya dan keadaan lahan yang relatif subur untuk pertanian menyebabkan tekanan terhadap wilayah pesisr semakin besar.
Wilayah pesisr juga merupakan daerah yang terpadat penduduknya. Sekitar 140 juta jiwa atau 60% penduduk Indonesia tinggal diwilayah pesisir (DKP, 2008). Selain faktor dari manusia, perubahan iklim global juga meningkatkan tekanan terhadap wilayah pesisr melalui semakin meningkatnya muka air laut akibat pemanasan global.
Pengelolaan wilayah pesisir harus dilakukan secara cepat dan tepat dengan memanfaatkan data yang kontinyu dan teknologi yang mampu menggambarkan wilayah pesisir dengan baik. Integrasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geospasial (SIG) merupakan salah satu cara untuk mengelola wilyah pesisr dengan data yang kontinyu dan sebaran spasial yang bisa menampilkan secara sederhana bentuk kawasan peisisir. Secara sederhana intergrasi antara penginderaan jauh dan SIG dapat memetakan kondisi wilayah pesisir sehingga dapat dipantau kondisinya.
Penginderaan jauh merupakan suatu metode untuk pengenalan dan penentuan objek dipermukaan bumi tanpa harus melakukan kontak langsung dengan objek tersebut. Data pengunderaan ajauh dapat bersifat kontinyu karena mempunyai resolusi temporal, dapat digunakan untuk berbagai aplikasi karena resolusi spektralnya dan ditampilkan dalam berbagai bentuk skala karena resolusi spasilanya.
Di Indonesia pemanfaatan Penginderaan Jauh dan SIG untuk analisis dan kajian wilayah pesisir dan lautan telah banyak dilakukan oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), maupun para akademisi perguruan tinggi yang menggeluti dibidang pemetaan dan optimalisasi pemanfaatan pesisir dan kelautan.

Pemanfaatan penginderaan jauh untuk kawasan Pesisir di Indonesia ada 4 yaitu;

1.     Pemetaaan, Identifikasi dan inventarisasi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Langkah optimalisasi pengembangan atau eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan dengan dilakukannya kegiatan inventarisasi yang berguna untuk mengetahui jenis, letak dan nilai ekonomis sumberdaya. Selain pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG untuk desiminasi informasi geospasial pulau dapat pula data satelit penginderaan jauh untuk inventarisasi sumberdaya kelautan adalah pengukuran suhu permukaan laut.


Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Dari Data MODIS 23 September 2014

2.     Kesesuaian Pemanfaatan Pesisir dan Pengembangan Budidaya Laut

Dengan kepemilikian lautan yang luas dan pulau-pulau yang memilki karakter tersendiri, mengandung potensi perikanan dan potensi hasil laut lainnya yang melimpah, dan untuk menjaga keberlanjutannya diperlukan pembudidayaan yang tepat. Informasi yang berkaitan dengan pengembangan budidaya laut diantaranya adalah informasi lokasi ideal bagi pengembangan budidaya laut. Berikut ini beberapa contoh peran penginderaan jauh dan SIG dalam penentuan kesesuaian kawasan dan pengembangan budidaya laut:

a.       Keramba jaring tangkap dan Rumput Laut
Keramba jaring tangkap merupakan salah satu cara budidaya ikan di laut dan budidaya rumput laut banyak digemari oleh masyarakat pesisir karena jika dikembangkan dengan optimal akan menghasilkan pendapatan yang tinggi. data penginderaan jauh dan SIG dalam penentuan lokasi untuk kesesuaian budidaya  keramba jaring tangkap dan rumput laut di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, dengan perolehan dominansi kesesuaian kawasan untuk kegiatan keramba jaring tangkap dan rumput laut berada pada kelas sesuai sebesar 49,4%, kemudian kelas sangat sesuai sebesar 31,1% dan tidak sesuai sebesar 19,5%.





b.      Budidaya Kerang Mutiara
Mutiara merupakan salah satu komoditas ekspor penting bagi Indonesia dengan potensi nilai ekonomi sebesar 120 juta US$ per tahun. Namun saat ini budidaya kerang mutiara masih terbatas di Indonesia bagian timur, terutama Maluku dan Nusa
Tenggara. Maka diperlukan analisis lokasi kesesuaian budidaya kerang mutiara untuk Indonesia bagian barat dan tengah, seperti budidaya kerang mutiara di Kepulauan Kangean Madura, dengan menggunakan kombinasi antara citra satelit Landsat ETM/7 dan survey lapangan yang kemudian diolah dengan menggunakan SIG. Hasil analisa kesesuaian untuk budidaya kerang mutiara perairan Kepulauan Kangean Madura menunjukkan bahwa sekitar 27,89% dari luas wilayah perairan memil tingkat kesesuaian yang sedang hingga baik.

Hasil Analisa Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Kerang Mutiara di Kepulauan Kangean Madura

c.       Tambak
Tambah merupakan aktivitas budidaya laut yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir, namun saat ini banyak didapati kemunduran lingkungan akibat perencanaan lokasi dan pengelolaan tambak yang tidak sesuai dengan peruntukan seharusnya. Penelitian mengenai kesesuaian pesisir untuk budidaya tambak telah dilakukan oleh Najmudin (2003) di Pesisir Kabupaten Ciamis. Dengan menggunakan SIG dari Citra Landsat-TM dan biofisik kimia lahan, didapatkan hasil analisis bahwa pesisir Kabupaten Ciamis memiliki lahan yang potensial untuk budidaya tambak khususnya udang, yaitu seluas 107, 1 Km2 atau sekitar 22,25%.
Peta Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak


d.      Wisata Bahari
Lautan lainnya adalah pemanfaatan dalam bidang wisata, pemanfaatan ini agaknya mulai banyak disadari oleh masyarakat Indonesia, yang mulai berlomba-lomba dalam melakukan marketing wisata bagi wilayah pesisirnya, namun perlu dicermati kesesuaiannya agar terjadi keberlanjutan bagi pengembangan wisata nantinya, Pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk penentuan lokasi pariwisata bahari Kemudian dengan SIG ditentukan lokasi yang sesuai untuk wisata bahari seperti diving dan snorkeling.

3.     Monitoring Ekosistem Pesisir dan Laut
Sebagai contoh penggunaan penginderaan jauh dalam monitoring perubahan ekosistem pesisir dan laut adalah sebagai berikut:

a.       Monitoring Hutan Mangrove
Hutan Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang banyak memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan budaya maupun lingkungan pada masyarakat setempat, misalnya hutan mangrove digunakan sebagai pelindung daratan dari kuatnya gelombang laut yang dapat mengakibatkan abrasi, mengurangi kerusakan akibat gelombang tsunami, dapat pula dimanfaatkan untuk pembuatan sirup ataupun keripik yang tentunya dieksploitasi secara berkelanjutan.  Penelitian mengenai monitoring hutan mangrove, salah satunya telah dilakukan  di area Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak.
Data penginderaan jauh yang digunakan adalah Citra Landsat TM tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010.
Monitoring Hutan Mangrove di Area Delta Sungai Wulan
Kabupaten Demak

b.      Monitoring Terumbu Karang
Penelitian yang memanfaatkan Citra Satelit SPOT 5 resolusi 10 meter dan data kedalaman perairan. Citra tersebut dapat digunakan untuk mengkelaskan obyek dasar. dimana terjadi kerusakan berat sebesar 25-40% yang berada di kedalaman 0-10 meter. Dengan diketahuinya kerusakan tersebut maka dapat diketahui langkah konservasi penyelamatan terumbu karang yang tepat.
Peta kedalaman versus kondisi terumbu karang di Taman Wisata
Alam Laut Kapoposang Sulawesi Selatan

4.     Pengembangan Sistem Pertahanan Negara Maritim
Teknologi Penginderaan Jauh da SIG tidak hanya digunakan untuk pengembangan sektor kelautan namun mampu digunakan pula dalam pengembangan pertahanan Negara Indonesia, sebagai negara maritim terbesar di dunia. Dapat dimanfaatkan untuk Pertahanan Negara dan Operasi Keamanan Laut dengan memanfaatkan Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), informasi ZPPI sebagai daerah penangkapan dengan intensitas yang tinggi dapat diperkirakan berpotensi terjadinya gangguan keamanan seperti illegal fishing. Dengan penginderaan jauh dapat pula digunakan untuk melakukan identifikasi dan monitoring objek penting semisal pangkalan angkatan laut miliki negara, kondisi pulau-pulau terluar agar aman dari penyusupan.

Muhammad Nur Abrianto
12/333733/TK/40076

Daftar Pustaka:
·         Geoedukasi Volume III Nomor 2, Oktober 2014, Shalihati, S.F.,

1 komentar: